USAHA PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN
KEMERDEKAAN INDONESIA
Kemerdekaan Indonesia mendapat gangguan dari pihak Belanda. Hal
ini terbukti dengan adanya pasukan Belanda yang ikut membonceng pasukan sekutu.
Belanda ingin menjajah Indonesia kembali. Akan tetapi rakyat berjuang sekuat
tenaga mempertahankan kemerdekaan . Mengapa setiap tanggal 10 November bangsa
Indonesia memperingati hari Pahlawan? Peringatan itu sebagai salah satu bentuk
penghargaan bangsa Indonesia terhadap kepahlawanan rakyat Surabaya pada tanggal
10 Nopember 1945 yang merupakan tekad perjuangan seluruh rakyat Indonesia dalam
mempertahankan kemerdekaan.
A.
Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terjadinya
Konflik Antara Indonesia dengan Belanda
Faktor-faktor apakah
yang menyebabkan konflik Indonesia-Belanda Bagaimana peran dunia internasional
dalam menyelesaikan konflik tersebut? Apa pengaruh konflik tersebut terhadap
keberadaan NKRI? Dan bagaimana perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan
kemerdekaan sehingga Belanda keluar dari Indonesia? Hal ini akan kita pelajari
dalam bab ini agar kita mampu meneladani kebulatan tekad para pahlawan kita.
Perjuangan bangsa Indonesia semenjak Proklamasi Kemerdekaan hari demi hari
semakin nyata hasilnya. Akan tetapi tantangan yang dihadapi selalu silih
berganti. Seperti telah kita ketahui bahwa Proklamasi Kemerdekaan
dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Selanjutnya pada tanggal 18
Agustus 1945 ditetapkan Undang-Undang Dasar (UUD 1945) dan dipilih Ir. Soekarno
sebagai Presiden sedangkan Drs. Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden. Perjuangan
bangsa Indonesia selanjutnya semakin berat karena harus mempertahankan
kemerdekaan dari rongrongan kekuasaan bangsa asing.
1. Kedatangan Tentara
Sekutu Diboncengi oleh NICA
Semenjak Jepang menyerah kepada Sekutu pada
tanggal 14 Agustus 1945 secara hukum tidak lagi berkuasa di Indonesia. Pada
tanggal 10 September 1945 Panglima Bala Tentara Kerajaan Jepang di Jawa
mengumumkan bahwa pemerintahan akan diserahkan kepada Sekutu dan tidak kepada
pihak Indonesia. Pada tanggal 14 September 1945 Mayor Greenhalgh datang di
Jakarta. la merupakan perwira Sekutu yang pertama kali datang ke Indonesia.
Pada tanggal 29 September 1945 pasukan Sekutu mendarat di Indonesia antara lain
bertugas melucuti tentara Jepang. Tugas ini dilaksanakan Komando Pertahanan
Sekutu di Asia Tenggara yang bernama South East Asia Command (SEAC) di bawah
pimpinan Lord Louis Mountbatten yang berpusat di Singapura. Untuk melaksanakan
tugas itu, Mountbatten membentuk suatu komando khusus yang diberi nama Allied
Forces Netherland East Indies (AFNEI) di bawah Letnan Jenderal Sir Philip
Christison.
Adapun tugas AFNEI di
Indonesia adalah :
- Menerima
penyerahan kekuasaan dari tangan Jepang
- Membebaskan
para tawanan perang dan interniran Sekutu;
- Melucuti
dan mengumpulkan orang Jepang untuk kemudian dipulangkan
- Menegakkan
dan mempertahankan keadaan damai untuk kemudian diserahkan kepada pemerintah sipil
- Menghimpun
keterangan dan menuntut penjahat perang.
Pasukan-pasukan AFNEI hanya bertugas di Sumatera dan Jawa, sedangkan
untuk daerah Indonesia lainnya diserahkan tugasnya kepada angkatan perang
Australia. Pada mulanya kedatangan Sekutu disambut dengan senang hati oleh
bangsa Indonesia. Hal ini karena mereka mengumandangkan perdamaian. Akan
tetapi, setelah diketahui bahwa Sekutu secara diam-diam membawa orang-orang
Netherland Indies Civil Administration (NICA), yakni pegawai-pegawai sipil
Belanda maka bangsa Indonesia curiga dan akhirnya menimbulkan permusuhan.
NICA berusaha mempersenjatai kembali KNIL (Koninklijk Nerderlands
Indisch Leger, yaitu Tentara Kerajaan Belanda yang ditempatkan di Indonesia).
Orang-orang NICA dan KNIL di Jakarta, Surabaya dan Bandung mengadakan provokasi
sehingga memancing kerusuhan. Sebagai pimpinan AFNEI, Christison menyadari
bahwa untuk kelancaran tugasnya diperlukan bantuan dari Pemerintah Republik
Indonesia. Oleh karena itu diadakanlah perundingan dengan pemerintah RI.
Christison mengakui pemerintahan de facto Republik Indonesia pada tanggal 1
Oktober 1945. la tidak akan mencampuri persoalan yang menyangkut status
kenegaraaan Indonesia. Dalam kenyataannya pasukan Sekutu sering membuat
hura-hara dan tidak menghormati kedaulatan bangsa Indonesia. Gerombolan NICA
sering melakukan teror terhadap pemimpin-pemimpin kita. Dengan demikian bangsa
Indonesia mengetahui bahwa kedatangan Belanda yang membonceng AFNEI adalah
untuk menegakkan kembali kekuasaannya di Indonesia. Oleh karena itu bangsa kita
berjuang dengan cara-cara diplomasi maupun kekuatan senjata untuk melawan
Belanda yang akan menjajah kembali.
Pengaruh Konflik Indonesia-Belanda terhadap Keberadaan Negara Kesatuan
Republik Indonesia
Persetujuan Linggajati yang ditandatangani pada
tanggal 25 Maret 1947 antara Indonesia-Belanda sebagai upaya mengatasi konflik
melalui jalur diplomasi. Akan tetapi, Belanda mengingkari perundingan ini
dengan jalan melakukan agresi militer pertama pada tanggal 21 Juli 1947. Tujuan
Belanda tidak dapat melakukannya sekaligus, oleh karena itu untuk tahap pertama
Belanda harus mencapai sasaran sebagai berikut.
Agresi militer Belanda terhadap Indonesia mengakibatkan permusuhan
negara-negara Arab terhadap Belanda dan menjadi simpati terhadap Indonesia.
Dengan demikian dapat menguatkan kedudukan RI terutama di kawasan penting
secara politik yaitu Timur Tengah. Dengan adanya agresi militer pertama maka
Dewan Keamanan PBB ikut campur tangan dengan membentuk Komisi Tiga Negara.
Melalui serangkaian perundingan yakni Perundingan Renville dan Perundingan
Kaliurang merupakan upaya untuk mengatasi konflik. Sebagai negara yang cinta
damai Indonesia bersedia berunding, namun Belanda menjawab lagi dengan
kekerasan yakni melakukan agresinya yang kedua.
Pada Waktu Agresi Militer Belanda Kedua Pada
tanggal18 Desember 1948, pukul 23.30, Dr. Beel mengumumkan sudah tidak terikat
lagi dengan Perundingan Renville. Pada tanggal 19 Desember 1948, pukul 06.00,
Belanda melancarkan agresinya yang kedua dengan menggempur ibu kota RI,
Yogyakarta. Dalam peristiwa ini pimpinan-pimpinan RI ditawan oleh Belanda.
Mereka adalah Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh. Hatta, Syahrir (Penasihat
Presiden) dan sejumlah menteri termasuk Menteri Luar Negeri Agus Salim.
Presiden Soekarno diterbangkan ke Prapat di tepi Danau Toba dan Wakil Presiden Moh.
Hatta ke Bangka. Presiden Soekarno kemudian dipindahkan ke Bangka. Dengan
ditawannya pimpinan-pimpinan negara RI dan jatuhnya Yogyakarta, Dr. Beel
menyatakan bahwa Republik Indonesia tidak ada lagi. Belanda mengira bahwa dari
segi militer aksi itu berhasil dengan gemilang., pemerintah RI mengirimkan telegram kepada
Syafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran yang sedang berkunjung ke Sumatera
untuk mendirikan Pemerintah Darurat RI (PDRI). Seandainya Syafruddin
tidak dapat menjalankan tugas, maka Presiden Soekarno menugaskan kepada Dr.
Sudarsono, L.N. Palar, dan Mr. A.A. Maramis yang sedang di New Delhi untuk
membentuk Pemerintah Pelarian (Exile Government) di India. Pada tanggal 19
Desember 1948 Syafruddin Prawiranegara berhasil mendirikan Pemerintah Darurat
Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, Sumatera. Sementara itu sampai dengan
Januari 1949, Belanda menambah pasukannya ke daerah RI untuk menunjukkan bahwa
mereka berkuasa. Akan tetapi kenyataannya Belanda hanya menguasai di kota-kota
dan jalan raya dan Pemerintahan RI masih berlangsung sampai di desa-desa.
Rakyat dan TNI bersatu berjuang melawan Belanda dengan siasat perang gerilya.
TNI di bawah pimpinan Jenderal Sudirman menyusun kekuatan yang kemudian
melancarkan serangan terhadap Belanda. Alat-alat perhubungan seperti
kawat-kawat telepon diputuskan, jalan-jalan kereta api di rusak, jembatan:
dihancurkan agar tidak dapat digunakan Belanda. Jenderal Sudirman walaupun
dalam keadaan sakit masih memimpin perjuangan dengan bergerilya di Jawa Tengah
dan Jawa Timur dengan menjelajahi daerah-daerah pedesaan, naik gunung turun
gunung. Route perjalanan yang ditempuh dari Yogyakarta, Surakarta, Madiun, dan
Kediri. Perhatikan route gerilya Panglima Besar Jenderal Sudirman berikut ini!
Pada tanggal 23 Desember
1948 Pemerintah Darurat RI di Sumatera mengirimkan perintah Kepada wakil RI di
PBB lewat radio yang isinya bahwa pemerintah RI bersedia memerintahkan
penghentian tembak menembak dan memasuki meja perundingan. Ketika Belanda tidak
mengindahkan Resolusi Dewan Keamanan PBB tanggal 28 Januari 1949 tentang
penghentian tembak menembak dan mereka yakin bahwa R1 tinggal namanya,
dilancarkanlah Serangan Umum 1 Maret 1949 sebagai bukti bahwa RI masih ada dan
TNI masih kuat. Dalam serangan ini pihak RI berhasil memukul mundur kedudukan
Belanda di Yogyakarta selama 6 jam.
C.
Aktivitas Diplomasi Indonesia di Dunia
Internasional untuk Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia
Salah satu bentuk
perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan adalah perjuangan
diplomasi, yakni perjuangan melalui meja perundingan. Ketika Belanda ingin
menanamkan kembali kekuasaannya di Indonesia temyata selalu mendapat perlawanan
dari bangsa Indonesia. Oleh karena itu pemimpin Sekutu berusaha mempertemukan
antara pemimpin Indonesia dengan Belanda melalui
1. Pertemuan Soekarno-Van
Mook
Pertemuan antara wakil-wakil Belanda dengan para
pemimpin Indonesia diprakarsai oleh Pang lima AFNEI Letnan Jenderal Sir Philip
Christison pada tanggal 25 Oktober 1945. Dalam pertemuan tersebut pihak
Indonesia diwakili oleh Soekarno, Mohammad Hatta, Ahmad Sobardjo, dan H. Agus
Salim, sedangkan pihak Belanda diwakili Van Mook dan Van Der Plas. Pertemuan
ini merupakan pertemuan untuk menjajagi kesepakatan kedua belah
2.
Perundingan Linggajati
Walaupun Perundingan
Hooge Veluwe mengalami kegagalan akan tetapi dalam prinsipnya bentuk-bentuk
kompromi antara Indonesia dan Belanda sudah diterima dan dunia memandang bahwa
bentuk-bentuk tersebut sudah pantas. Oleh karena itu pemerintah Inggris masih
memiliki perhatian besar terhadap penyelesaian pertikaian Indonesia-Belanda
dengan mengirim Lord Killearn sebagai pengganti Prof Schermerhorn. Pada tanggal
7 Oktober 1946 Lord Killearn berhasil mempertemukan wakil-wakil pemerintah
Indonesia dan Belanda
Dalam mencapai kesepakatan di bidang politik
antara Indonesia dengan Belanda diadakanlah Perundingan Linggajati. Perundingan
ini diadakan sejak tanggal 10 November 1946 di Linggajati, sebelah selatan
Cirebon. Delegasi Belanda dipimpin oleh Prof. Scermerhorn, dengan anggotanya
Max Van Poll, F. de Baer dan H.J. Van Mook. Delegasi Indonesia dipimpin oleh
Perdana Menteri Sjahrir, dengan anggotaanggotanya Mr. Moh. Roem, Mr. Amir
Sjarifoeddin, Mr. Soesanto Tirtoprodjo, Dr. A.K. Gani, dan Mr. Ali Boediardjo.
Sedangkan sebagai penengahnya adalah Lord Killearn, komisaris istimewa Inggris
untuk Asia Tenggara. Hasil Perundingan Linggajati ditandatangani pada tanggal
25 Maret 1947 di Istana Rijswijk (sekarang Istana Merdeka) Jakarta, yang isinya
adalah sebagai berikut.
(1) Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Belanda harus sudah meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
(2) Republik Indonesia dan Belanda akan bekerjasama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia.
(3) Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
(1) Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Belanda harus sudah meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
(2) Republik Indonesia dan Belanda akan bekerjasama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia.
(3) Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Meskipun isi perundingan
Linggajati masih terdapat perbedaan penafsiran antara Indonesia dengan Belanda,
akan tetapi kedudukan Republik Indonesia di mata Internasional kuat karena
Inggris dan Amerika memberikan pengakuan secara de facto.
3.
Perundingan Renville
Perbedaan penafsiran mengenai isi Perundingan
Linggajati semakin memuncak dan akhirnya Belanda melakukan Agresi Militer
pertama terhadap Indonesia pada tanggal 21 Juli 1947. Atas prakasa Komisi Tiga
Negara (KTN), maka berhasil dipertemukan antara pihak Indonesia dengan Belanda
dalam sebuah perundingan. Perundingan ini dilakukan di atas kapal pengangkut
pasukan Angkatan Laut Amerika Serikat “USS Renville” yang sedang berlabuh di
pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Perundingan Renville ini dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 di mana pihak Indonesia mengirimkan delegasi yang dipimpin oleh Mr. Amir Syarifuddin, sedangkan pihak Belanda dipimpin oleh R. Abdulkadir Widjojoatmodjo, seorang Indonesia yang memihak Belanda. Hasil perundingan Renville baru ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 yang intinya sebagai berikut.
(1) Pemerintah RI harus mengakui kedaulatan Belanda atas Hindia Belanda sampai pada waktu yang ditetapkan oleh Kerajaan Belanda untuk mengakui Negara Indonesia Serikat (NIS).
(2) Akan diadakan pemungutan suara untuk menentukan apakah berbagai penduduk di daerah-daerah Jawa, Madura, dan Sumatera menginginkan daerahnya bergabung dengan RI atau negara bagian lain dari Negara Indonesia Serikat.
(3) Tiap negara (bagian) berhak tinggal di luar NIS atau menyelenggarakan hubungan khusus dengan NIS atau dengan Nederland.
Perundingan Renville ini dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 di mana pihak Indonesia mengirimkan delegasi yang dipimpin oleh Mr. Amir Syarifuddin, sedangkan pihak Belanda dipimpin oleh R. Abdulkadir Widjojoatmodjo, seorang Indonesia yang memihak Belanda. Hasil perundingan Renville baru ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 yang intinya sebagai berikut.
(1) Pemerintah RI harus mengakui kedaulatan Belanda atas Hindia Belanda sampai pada waktu yang ditetapkan oleh Kerajaan Belanda untuk mengakui Negara Indonesia Serikat (NIS).
(2) Akan diadakan pemungutan suara untuk menentukan apakah berbagai penduduk di daerah-daerah Jawa, Madura, dan Sumatera menginginkan daerahnya bergabung dengan RI atau negara bagian lain dari Negara Indonesia Serikat.
(3) Tiap negara (bagian) berhak tinggal di luar NIS atau menyelenggarakan hubungan khusus dengan NIS atau dengan Nederland.
Akibat dari perundingan
Renville ini wilayah Republik Indonesia yang meliputi Jawa, Madura, dan
Sumatera menjadi lebih sempit lagi. Akan tetapi, RI bersedia menandatangani
perjanjian ini karena beberapa alasan di antaranya adalah karena persediaan
amunisi perang semakin menipis sehingga kalau menolak berarti belanda akan
menyerang lebih hebat. Di samping itu juga tidak adanya jaminan bahwa Dewan
Keamanan PBB dapat menolong serta RI yakin bahwa pemungutan suara akan
dimenangkan pihak Indonesia.
4.
Persetujuan Roem-Royen
Beel
mengumumkan tidak terikat dengan Perundingan Renville dan dilanjutkan tindakan
agresi militernya yang kedua pada tanggal 19 Desember 1948 pada pukul 06.00
pagi dengan menyerang ibu kota Rl yang berkedudukan di Yogyakarta.Pada tanggal
7 Mei 1949 Mr. Moh. Roem selaku ketua delegasi Indonesia dan Dr. Van Royen
selaku ketua delegasi Belanda yang masing-masing membuat pernyataan sebagai
berikut.
1). Pernyataan Mr. Moh Roem.
a. Mengeluarkan perintah kepada “Pengikut Republik yang bersenjata” untuk menghentikan perang gerilya.
b. Bekerja sama dalam hal mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan.
c. Turut serta dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag dengan maksud untuk mempercepat “penyerahan” kedaulatan yang sungguh-sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat, dengan tidak bersyarat.
2). Pernyataan Dr. Van Royen
a. Menyetujui kembalinya Pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta.
b. Menjamin penghentian gerakan-gerakan militer dan pembebasan semua tahanan politik.
c. Tidak akan mendirikan atau mengakui negara-negara yang berada di daerah-daerah yang dikuasai RI sebelum tanggal 19 Desember 1948 dan tidak akan meluaskan negara atau daerah dengan merugikan Republik
d. Menyetujui adanya Republik Indonesia sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat.
e. Berusaha dengan sungguh-sungguh agar Konferensi Meja Bundar segera diadakan setelah Pemerintah RI kembali ke Yogyakarta.
1). Pernyataan Mr. Moh Roem.
a. Mengeluarkan perintah kepada “Pengikut Republik yang bersenjata” untuk menghentikan perang gerilya.
b. Bekerja sama dalam hal mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan.
c. Turut serta dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag dengan maksud untuk mempercepat “penyerahan” kedaulatan yang sungguh-sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat, dengan tidak bersyarat.
2). Pernyataan Dr. Van Royen
a. Menyetujui kembalinya Pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta.
b. Menjamin penghentian gerakan-gerakan militer dan pembebasan semua tahanan politik.
c. Tidak akan mendirikan atau mengakui negara-negara yang berada di daerah-daerah yang dikuasai RI sebelum tanggal 19 Desember 1948 dan tidak akan meluaskan negara atau daerah dengan merugikan Republik
d. Menyetujui adanya Republik Indonesia sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat.
e. Berusaha dengan sungguh-sungguh agar Konferensi Meja Bundar segera diadakan setelah Pemerintah RI kembali ke Yogyakarta.
5.
Konferensi Meja Bundar (KMB)
Sebelum dilaksanakan KMB diadakanlah Konferensi
Inter – Indonesia antara wakil-wakil Republik Indonesia dengan BFO (Bijjenkomst
voor Federaal Overleg) atau Pertemuan Permusyawarahan Federal. Konferensi ini
berlangsung dua kali yakni tanggal 19 – 22 Juli 1949 di Yogyakarta dan pada
tanggal 31 Juli – 2 Agustus 1949 di Jakarta.
Pada tanggal 23 Agustus
sampai 2 November 1949 diadakanlah Konferensi Meja Bundar di Den Haag
(Belanda). Sebagai ketua KMB adalah Perdana Menteri Belanda, Willem Drees.
Delegasi RI dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta, BFO di bawah pimpinan Sultan Hamid
II dari Pontianak, dan delegasi Be1anda dipimpin Van Maarseveen sedangkan dari
UNCI sebagai mediator dipimpin oleh Chritchley.Pada tanggal 2 November 1949
berhasil ditandatangani persetujuan KMB. Isi dari persetujuan KMB adalah
sebagai berikut.
1. Belanda mengakui kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat pada akhir bulan Desember 1949.
2. Mengenai Irian Barat penyelesaiannya ditunda satu tahun setelah pengakuan kedaulatan.
3. Antara RIS dan kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia – Belanda yang akan diketuai Ratu Belanda.
4. Segera akan dilakukan penarikan mundur seluruh tentara Belanda.
5. Pembentukan Angkatan Perang RIS (APRIS) dengan TNI sebagai intinya.
1. Belanda mengakui kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat pada akhir bulan Desember 1949.
2. Mengenai Irian Barat penyelesaiannya ditunda satu tahun setelah pengakuan kedaulatan.
3. Antara RIS dan kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia – Belanda yang akan diketuai Ratu Belanda.
4. Segera akan dilakukan penarikan mundur seluruh tentara Belanda.
5. Pembentukan Angkatan Perang RIS (APRIS) dengan TNI sebagai intinya.
Dari hasil KMB itu
dinyatakan bahwa pada akhir bulan Desember 1949 Indonesia diakui kedaulatannya
oleh Belanda. Oleh karena itu pada tanggal 27 Desember 1949 diadakanlah penandatanganan
pengakuan kedaulatan di negeri Belanda. Pihak Belanda ditandatangani oleh Ratu
Juliana, Perdana Menteri Dr. Willem Drees, Menteri Seberang Lautan Mr. AM . J.A
Sassen. Sedangkan delegasi Indonesia dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta. Pada waktu
yang sama di Jakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Wakil Tertinggi Mahkota
AH.J. Lovink menandatangani naskah pengakuan kedaulatan. Dengan diakuinya
kedaulatan RI oleh Belanda ini maka Indonesia berubah bentuk negaranya berubah
menjadi negara serikat yakni Republik Indonesia Serikat (RIS).
D. Perjuangan Rakyat dan
Pemerintah di Berbagai Daerah dalam Usaha Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia
Pada tanggal 25 Oktober 1945 Brigade 49 di bawah pimpinan Brigadir
Jenderal A W.S. Mallaby mendarat di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Mereka
mendapat tugas melucuti tentara Jepang dan menyelamatkan tawanan Sekutu. Rakyat
dan pemerintah Jawa Timur di bawah pimpinan Gubernur R.M.T.A Suryo semula
enggan menerima kedatangan Sekutu. Kemudian antara wakil-wakil pemerintah RI
dan Birgjen AW.S. Mallaby mengadakan pertemuan yang menghasilkan kesepakatan
sebagai berikut.
1). Inggris berjanji
mengikutsertakan Angkatan Perang Belanda.
2). Disetujui kerja sama kedua belah pihak untuk menjamin keamanan dan ketenteraman.
3). Akan dibentuk kontak biro agar kerja sama berjalan lancar.
4). Inggris hanya akan melucuti senjata Jepang.
2). Disetujui kerja sama kedua belah pihak untuk menjamin keamanan dan ketenteraman.
3). Akan dibentuk kontak biro agar kerja sama berjalan lancar.
4). Inggris hanya akan melucuti senjata Jepang.
Pada tanggal 26 Oktober
1945 pasukan Sekutu melanggar kesepakatan terbukti melakukan penyergapan ke
penjara Kalisosok. Mereka akan membebaskan para tawanan Belanda di antaranya
adalah Kolonel Huiyer. Tindakan ini dilanjutkan dengan penyebaran pamflet yang
berisi perintah agar rakyat Surabaya menyerahkan senjata-senjata mereka. Rakyat
Surabaya dan TKR bertekad untuk mengusir Sekutu dari bumi Indonesia dan tidak
akan menyerahkan senjata mereka. Kontak senjata antara rakyat Surabaya melawan
Inggris terjadi pada tanggal 27 Oktober 1945. Para pemuda dengan perjuangan
yang gigih dapat melumpuhkan tank-tank Sekutu dan berhasil menguasai objek-objek
vital. Strategi yang digunakan rakyat Surabaya adalah dengan mengepung dan
menghancurkan pemusatan-pemusatan tentara Inggris kemudian melumpuhkan hubungan
logistiknya. Serangan tersebut mencapai kemenangan yang gemilang walaupun di
pihak kita banyak jatuh korban. Pada tanggal 29 Oktober 1945 Bung Karno beserta
Jenderal D.C. Hawthorn tiba di Surabaya. Dalam perundingan antara pemerintah RI
dengan Mallaby dicapai kesepakatan untuk menghentikan kontak senjata.
Kesepakatan ini dilanggar oleh pihak Sekutu. Dalam salah satu insiden, Jenderal
Mallaby terbunuh. Dengan terbunuhnya Mallaby, pihak Inggris menuntut
pertanggungjawaban kepada rakyat Surabaya. Pada tanggal 9 November 1945 Mayor
Jenderal E.C. Mansergh sebagai pengganti Mallaby mengeluarkan ultimatum kepada
bangsa Indonesia di Surabaya. Ultimatum itu isinya agar seluruh rakyat Surabaya
beserta pemimpin-pemimpinnya menyerahkan diri dengan senjatanya, mengibarkan
bendera putih, dan dengan tangan di atas kepala berbaris satu-satu. Jika pada
pukul 06.00 ultimatum itu tidak diindahkan maka Inggris akan mengerahkan
seluruh kekuatan darat, laut dan udara. Ultimatum ini dirasakan sebagai
penghinaan terhadap martabat bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia sebagai bangsa
yang cinta damai tetapi lebih cinta kemerdekaan. Oleh karena itu rakyat
Surabaya menolak ultimatum tersebut secara resmi melalui pernyataan Gubernur
Suryo. Karena penolakan ultimatum itu maka meletuslah pertempuran pada tanggal
10 Nopember 1945. Melalui siaran radio yang dipancarkan dari Jl. Mawar No.4
Bung Tomo membakar semangat juang arek-arek Surabaya. Kontak senjata pertama
terjadi di Perak sampai pukul 18.00. Pasukan Sekutu di bawah pimpinan Jenderal
Mansergh mengerahkan satu Divisi infantri sebanyak 10.000 – 15.000 orang
dibantu tembakan dari laut oleh kapal perang penjelajah “Sussex” serta pesawat
tempur “Mosquito” dan “Thunderbolt”.
Dalam pertempuran di
Surabaya ini seluruh unsur kekuatan rakyat bahu membahu, baik dari TKR, PRI,
BPRI, Tentara Pelajar, Polisi Istimewa, BBI, PTKR maupun TKR laut di bawah
Komandan Pertahanan Kota, Soengkono. Pertempuran yang berlangsung sampai akhir
November 1945 ini rakyat Surabaya berhasil mempertahankan kota Surabaya dari
gempuran. Oleh karena itu setiap tanggal 10 November bangsa Indonesia
memperingati Hari Pahlawan.
2. Pertempuran Ambarawa
Kedatangan Sekutu di
Semarang tanggal 20 Oktober 1945 dibawah pimpinan Brigadir lenderal Bethel
semula diterima dengan baik oleh rakyat karena akan mengurus tawanan perang.
Akan tetapi, secara diam-diam mereka diboncengi NICA dan mempersenjatai para
bekas tawanan perang di Ambarawa dan Magelang. Setelah terjadi insiden di
Magelang antara TKR dengan tentara Sekutu maka pada tanggal 2 November 1945
Presiden Soekarno dan Brig.Jend. Bethel mengadakan perundingan gencatan
senjata.
Pada tanggal 21 November
1945 pasukan Sekutu mundur dari Magelang ke Ambarawa. Gerakan ini segera
dikejar resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan Letnan Kolonel M. Sarbini dan
meletuslah pertempuran Ambarawa. Pasukan Angkatan Muda di bawah Pimpinan
Sastrodihardjo yang diperkuat pasukan gabungan dari Ambarawa, Suruh dan
Surakarta menghadang Sekutu di desa Lambu. Dalam pertempuran di Ambarawa ini
gugurlah Letnan Kolonel Isdiman, Komandan Resimen Banyumas. Dengan gugurnya
Letnan Kolonel Isdiman, komando pasukan dipegang oleh Kolonel Soedirman,
Panglima Divisi di Purwokerto. Kolonel Soedirman mengkoordinir
komandan-komandan sektor untuk menyusun strategi penyerangan terhadap musuh.
Pada tanggal 12 Desember 1945 pasukan TKR berhasil mengepung musuh yang
bertahan di benteng Willem, yang terletak di tengah-tengah kota Ambarawa.
Selama 4 hari 4 malam kota Ambarawa di kepung. Karena merasa terjepit maka pada
tanggal 15 Desember 1945 pasukan Sekutu meninggalkan Ambarawa menuju ke
Semarang.
3. Pertempuran Medan Area
dan Sekitarnya
Pada tanggal 9 Oktober 1945 pasukan Sekutu mendarat di Sumatera
Utara di bawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly. Serdadu Belanda dan
NICA ikut membonceng pasukan ini yang dipersiapkan mengambil alih pemerintahan.
Pasukan Sekutu membebaskan para tawanan atas persetujuan Gubernur Teuku M.
Hassan. Para bekas tawanan ini bersikap congkak sehingga menyebabkan terjadinya
insiden di beberapa tempat.
Achmad Tahir, seorang bekas perwira tentara Sukarela memelopori terbentuknya TKR Sumatra Tirnur. Pada tanggal l0 Oktober 1945. Di samping TKR, di Sumatera Timur terbentuk Badan-badan perjuangan dan laskar-laskar partai. Pada tanggal 18 Oktober 1945 Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly memberikan ultimatum kepada pemuda Medan agar menyerahkan senjatanya. Aksi-aksi teror mulai dilakukan oleh Sekutu dan NICA. Pada tanggal 1 Desember 1945 Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di berbagai sudut pinggiran kota Medan. Bagaimana sikap para pemuda kita? Mereka dengan gigih membalas setiap aksi yang dilakukan pihak Inggris dan NICA. Pada tanggal 10 Desember 1945 pasukan Sekutu melancarkan serangan militer secara besar-besaran dengan menggunakan pesawat-pesawat tempur. Pada bulan April 1946 pasukan Inggris berhasil mendesak pemerintah RI ke luar Medan. Gubernur, Markas Divisi TKR, Walikota RI pindah ke Pematang Siantar. Walaupun belum berhasil menghalau pasukan Sekutu, rakyat Medan terus berjuang dengan membentuk Lasykar Rakyat Medan Area.
Achmad Tahir, seorang bekas perwira tentara Sukarela memelopori terbentuknya TKR Sumatra Tirnur. Pada tanggal l0 Oktober 1945. Di samping TKR, di Sumatera Timur terbentuk Badan-badan perjuangan dan laskar-laskar partai. Pada tanggal 18 Oktober 1945 Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly memberikan ultimatum kepada pemuda Medan agar menyerahkan senjatanya. Aksi-aksi teror mulai dilakukan oleh Sekutu dan NICA. Pada tanggal 1 Desember 1945 Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di berbagai sudut pinggiran kota Medan. Bagaimana sikap para pemuda kita? Mereka dengan gigih membalas setiap aksi yang dilakukan pihak Inggris dan NICA. Pada tanggal 10 Desember 1945 pasukan Sekutu melancarkan serangan militer secara besar-besaran dengan menggunakan pesawat-pesawat tempur. Pada bulan April 1946 pasukan Inggris berhasil mendesak pemerintah RI ke luar Medan. Gubernur, Markas Divisi TKR, Walikota RI pindah ke Pematang Siantar. Walaupun belum berhasil menghalau pasukan Sekutu, rakyat Medan terus berjuang dengan membentuk Lasykar Rakyat Medan Area.
E. Kronologi Berbagai Peristiwa Penting Baik di
Tingkat Pusat Maupun Daerah dalam Usaha Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia
1. Bandung Lautan Api
Pada tanggal 17 Oktober
1945 pasukan Sekutu mendarat di Bandung. Pada waktu itu para pemuda dan pejuang
di kota Bandung sedang gencar-gencarnya merebut senjata dan kekuasaan dari
tangan Jepang. Oleh Sekutu, senjata dari hasil pelucutan tentara Jepang supaya
diserahkan kepadanya. Bahkan pada tanggal 21 November 1945, Sekutu mengeluarkan
ultimatum agar kota Bandung bagian utara dikosongkan oleh pihak Indonesia
paling lambat tanggal 29 November 1945 dengan alasan untuk menjaga keamanan.
Oleh para pejuang, ultimatum tersebut tidak diindahkan sehingga sejak saat itu
sering terjadi insiden dengan pasukan-pasukan Sekutu.
Sekutu mengulangi
ultimatumnya pada tanggal 23 Maret 1946 yakni agar TRI meninggalkan kota
Bandung. Dengan adanya ultimatum ini, pemerintah Republik Indonesia di Jakarta
menginstruksikan agar TRI mengosongkan kota Bandung, akan tetapi dari markas
TRI di Yogyakarta menginstruksikan agar kota Bandung tidak dikosongkan.
Akhirnya, para pejuang Bandung meninggalkan kota Bandung walaupun dengan berat
hati. Sebelum meninggalkan kota Bandung terlebih dahulu para pejuang Republik
Indonesia menyerang ke arah kedudukan-kedudukan Sekutu sambil membumihanguskan
kota Bandung bagian Selatan. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan Bandung Lautan
Api.
2. Serangan Umum 1 Maret 1949
Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Kepala
Daerah Istimewa Yogyakarta tetap mendukung RI sehingga masyarakat Yogyakarta
juga memberikan dukungan kepada RI. Pimpinan TNI di bawah Jenderal Sudirman
yang sebelumnya telah menginstruksikan kepada semua komandan TNI melalui surat
Perintah Siasat No.1 bulan November 1948 isinya antaralain:
(1) memberikan kebebasan kepada setiap komandan untuk melakukan serangan terhadap posisi militer Belanda;
(2) memerintahkan kepada setiap komandan untuk membentuk kantong-kantong pertahanan (wehrkreise); dan
(3) memerintahkan agar semua kesatuan TNI yang berasal dari daerah pendudukan untuk segera meninggalkan Yogyakarta untuk kembali ke daerahnya masing-masing (seperti Devisi Siliwangi harus kembali ke Jawa Barat), jika Belanda menyerang Yogyakarta. Untuk pertahanan daerah Yogyakarta dan sekitarnya diserahkan sepenuhnya kepada pasukan TNI setempat yakni Brigade 10 di bawah Letkol Soeharto. Bersamaan dengan upaya konsolidasi di bawah PDRI, TNI melakukan serangan secara besar-besaran terhadap posisi Belanda di Yogyakarta. Serangan ini dilakukan pada tanggal 1 Maret 1949 dipimpin oleh Letkol Soeharto. Sebelum serangan dilakukan, terlebih dahulu meminta persetujuan kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta. Serangan Umum ini dilakukan dengan mengkonsentrasikan pasukan dari sektor Barat (Mayor Ventje Samual), Selatan dan Timur (Mayor Sarjono) dan Sektor Kota (Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki). Serangan umum ini membawa hasil yang memuaskan sebab para pejuang dapat menguasai kota Yogyakarta selama 6 jam yakni jam 06.00 sampai jam 12.00. Berita Serangan Umum ini disiarkan RRI yang sedang bergerilya di daerah Gunung Kidul, yang dapat ditangkap RRI di Sumatera, selanjutnya dari Sumatera berita itu disiarkan ke Yangoon dan India. Keesokan harinya peristiwa itu juga dilaporkan oleh R. Sumardi ke PDRI di Buktitinggi melalui radiogram dan juga disampaikan pula kepada Maramis. (diplomat RI di New Delhi, India) dan L.N. Palar (Diplomat RI di New York, Amerika Serikat). Serangan Umum 6 Jam di Yogyakarta ini mempunyai arti penting yaitu sebagai berikut. Ke dalam : – Meningkatkan semangat para pejuang RI, dan juga secara tidak
langsung memengaruhi sikap para pemimpin negara federal buatan Belanda yang tergabung dalam BFO. – Mendukung perjuangan secara diplomasi, yakni Serangan Umum ini berdampak adanya perubahan sikap pemerintah Amerika Serikat yang semula mendukung Belanda selanjutnya menekan kepada pemerintah Belanda agar melakukan perundingan dengan RI. Ke luar – Menunjukkan kepada dunia Internasional bahwa TNI mempunyai kekuatan untuk melakukan serangan; dan – Mematahkan moral pasukan Belanda.
Bagi kawan yang ingin mendapatkan PPT diatas, silahkan download disini
(1) memberikan kebebasan kepada setiap komandan untuk melakukan serangan terhadap posisi militer Belanda;
(2) memerintahkan kepada setiap komandan untuk membentuk kantong-kantong pertahanan (wehrkreise); dan
(3) memerintahkan agar semua kesatuan TNI yang berasal dari daerah pendudukan untuk segera meninggalkan Yogyakarta untuk kembali ke daerahnya masing-masing (seperti Devisi Siliwangi harus kembali ke Jawa Barat), jika Belanda menyerang Yogyakarta. Untuk pertahanan daerah Yogyakarta dan sekitarnya diserahkan sepenuhnya kepada pasukan TNI setempat yakni Brigade 10 di bawah Letkol Soeharto. Bersamaan dengan upaya konsolidasi di bawah PDRI, TNI melakukan serangan secara besar-besaran terhadap posisi Belanda di Yogyakarta. Serangan ini dilakukan pada tanggal 1 Maret 1949 dipimpin oleh Letkol Soeharto. Sebelum serangan dilakukan, terlebih dahulu meminta persetujuan kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta. Serangan Umum ini dilakukan dengan mengkonsentrasikan pasukan dari sektor Barat (Mayor Ventje Samual), Selatan dan Timur (Mayor Sarjono) dan Sektor Kota (Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki). Serangan umum ini membawa hasil yang memuaskan sebab para pejuang dapat menguasai kota Yogyakarta selama 6 jam yakni jam 06.00 sampai jam 12.00. Berita Serangan Umum ini disiarkan RRI yang sedang bergerilya di daerah Gunung Kidul, yang dapat ditangkap RRI di Sumatera, selanjutnya dari Sumatera berita itu disiarkan ke Yangoon dan India. Keesokan harinya peristiwa itu juga dilaporkan oleh R. Sumardi ke PDRI di Buktitinggi melalui radiogram dan juga disampaikan pula kepada Maramis. (diplomat RI di New Delhi, India) dan L.N. Palar (Diplomat RI di New York, Amerika Serikat). Serangan Umum 6 Jam di Yogyakarta ini mempunyai arti penting yaitu sebagai berikut. Ke dalam : – Meningkatkan semangat para pejuang RI, dan juga secara tidak
langsung memengaruhi sikap para pemimpin negara federal buatan Belanda yang tergabung dalam BFO. – Mendukung perjuangan secara diplomasi, yakni Serangan Umum ini berdampak adanya perubahan sikap pemerintah Amerika Serikat yang semula mendukung Belanda selanjutnya menekan kepada pemerintah Belanda agar melakukan perundingan dengan RI. Ke luar – Menunjukkan kepada dunia Internasional bahwa TNI mempunyai kekuatan untuk melakukan serangan; dan – Mematahkan moral pasukan Belanda.
Bagi kawan yang ingin mendapatkan PPT diatas, silahkan download disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar